Bugyamu sedang
menyiram berbagai bunga yang ditanam di taman sekolah. Dia melakukannya dengan
tergesa-gesa. Pasalnya dua puluh menit lagi, bel masuk akan segera berbunyi.
Setelah selesai menyiram, Bugyamu baru menyadari bahwa seseorang sedang
memperhatikannya dibelakangnya. Dia pun tersentak saat mengetahui kehadiran
orang tersebut.
“Airin-chan?”
Gadis itu
berjalan mendekati Bugyamu. Dia menyentuh bunga mawar yang terlihat segar
karena habis disiram. Airin menyentuh mawar tersebut dengan lembut. Lantas ia
menghirup bau dari mawar itu sembari menutup mata.
“Mawar selalu terlihat cantik dimataku. Tetapi siapa sangka, jika mawar juga penuh duri yang mampu menyayatku ketika menyentuhnya,” Airin membuka mata kembali dan menatap Bugyamu dengan kerutan senyum yang tidak biasa. Bugyamu menyadari hal itu. Dia tidak pernah melihat ekspresi lain seperti yang ditunjukkan oleh Airin sekarang. “Seperti itulah sesuatu yang terjadi padaku saat ini. Ada kalanya aku melihatmu penuh cinta. Namun Nishikawa-kun tidak pernah menyadari hal itu sepenuhnya. Lantas mengapa kau membalas perasaanku ini dengan penuh duri?”
Bugyamu
mengernyitkan dahi, tidak mengerti. Airin berdiri tegak dihadapannya.
“Maka aku hanya bisa membalas Nishikawa-kun dengan ini.”
“Airin-chan?
Airin tersenyum
penuh arti.
“Akulah yang menyebarkan rahasia Nishikawa-kun di seluruh penjuru sekolah. Bagaimana Nishikawa-kun? Bagaimana rasanya tidak lagi dipandang penuh cinta oleh orang-orang disekitarmu? Mereka malah memandang jijik padamu.”
“Kenapa kamu melakukan itu?” tanyanya dengan tatapan kecewa. Bugyamu tidak pernah menyangka jika Airin-lah yang membuat kehidupannya semakin berantakan.
“Sudah jelas kan?! Itu karena..,” Airin-chan berbalik dengan tenang.
Namun saat ia
berbalik, kerutan senyumnya mulai menghilang. Ia melihat Tanaka, Hidosu, dan
kak Crazie berdiri dihadapannya. Menyadari akan hal itu, Airin-chan langsung
membatu. Dia langsung menundukkan kepala.
“Jadi Airin-chan yang sudah menyebarkan rumor tersebut?” tanya Hidosu hampir tidak percaya.
“Itu bukan rumor. Tetapi itulah kenyataannya!” desis Airin dengan masih menunduk.
“Kenapa, Rin? Padahal kita berempat kan berteman dekat! Kenapa kamu berbuat setega itu pada Bugyamu?!!” bentak Tanaka.
Hidosu menyentuh
pundaknya sembari menggelengkan kepala. Bugyamu terperangah melihatnya. Kalau
melihat kemarahan Hidosu itu sudah biasa. Akan tetapi kini Tanaka-lah yang
menunjukkan kemarahannya. Padahal biasanya Tanaka yang bersikap paling tenang
daripada dirinya dan Hidosu.
“Aku..,” Airin tidak mampu berkata-kata. Crazie langsung menarik kerahnya dengan kasar. Airin mendelik kaget.
“Hey, kamu! Kenapa sekarang kamu bersikap seperti singa yang menyembunyikan taringnya?! Padahal tadi sebegitu hebatnya kamu berterus terang padanya! Aku tidak akan memaafkanmu! Ayo kita selesaikan dengan saling menghajar!”
Tanaka dan
Hidosu berusaha memisahkan keduanya. Bugyamu langsung menenangkan Crazie yang
semakin terlihat emosi.
“Sabar, kak. Airin-chan itu seorang gadis. Kita tidak boleh berlaku kasar padanya.”
Mendengar perkataan
Bugyamu membuat Crazie menarik nafas dalam-dalam.
“Maksudku, ayo kita selesaikan dengan saling menghajar.. diri kita masing-masing.”
Crazie langsung
membalikkan tubuhnya yang bergetar.
‘Ukh, kenapa
Bugyamu mengatakannya dengan manis sekali??!’
“Kamu tidak mau minta maaf pada Bugyamu?” tanya Tanaka dengan tatapan tajam. Airin langsung meneteskan air matanya. Dia menangis sesenggukkan. Hidosu yang merasa tidak tega, hendak mengusap pundaknya. Namun tangannya dicegah oleh Tanaka.
“Bukan.. bukan aku! Aku hanya disuruh oleh Haruga-senpai.”
“Apa?! Haruga, katamu?” Bugyamu tersentak mendengar Airin menyebutkan sebuah nama seseorang yang sebenarnya tidak pernah disukainya.
“Haruga-senpai bilang kalau aku bisa terpilih menjadi tokoh utama di pementasan seni teater berikutnya dengan satu syarat.”
“Syarat?” Crazie ikut berbicara.
“Aku harus bisa mengasah kemampuanku dengan mengatakan kalau akulah pelakunya. Aku tahu kalau hal ini akan membuat Nishikawa-kun membenciku. Tetapi aku juga tidak bisa menyerah begitu saja dengan peran tokoh utama itu. Jadi aku terpaksa melakukannya.”
“Airin-chan. Maaf ya karena kami telah menyudutkanmu. Aku tidak tahu kalau orang bebal itu yang menyuruhmu untuk berbuat seperti ini,” Bugyamu mengusap pundak Airin dengan lembut. Airin tidak berhenti menangis. Lantas ia segera berlari pergi.
Tanaka dan
Hidosu menepuk pundak Bugyamu secara bersamaan.
“Bro, untung tadi kami bertiga kesini mencarimu. Kalau tidak, kita tidak pernah tahu siapa dalang dari semua ini,” ucap Tanaka sembari tersenyum.
Hidosu tampak
berpikir keras.
“Tetapi siapa itu Haruga-senpai? Sepertinya aku tidak pernah mendengar namanya.”
Crazie ikut angkat bicara, “Iya, dia itu siapa sih?! Sepertinya dia harus berakhir dengan merasakan bogem mentahku nih! Khekhekhe..,”
Bugyamu
tertunduk lesu.
“Haruga itu.. teman lamaku.”
to be continued
0 komentar:
Posting Komentar