Aoi-Ai Jimai-Kakao |
"Sudah dong Ai-chan, jangan nangis terus. Cep
cep cep," Eay berusaha menenangkannya.
Gadis itu masih terus saja mewek di atas meja.
Ingusnya mulai meler. Ai Jimai hendak menghapus ingusnya dengan lengan
seragamnya. Mitea, Eay, dan Konami segera mencegahnya.
"Kao sensei benar-benar menakutkan," keluh
Konami sembari menghapus ingus temannya itu. Ai Jimai berhenti menangis.
"Sensei nggak salah, ukyu. Aku yang patut
dipersalahkan, ukyu."
Mitea menghela nafas panjang, "Sudahlah.
Bukankah yang terbaik sekarang adalah untuk tidak menyakiti hati salah satu
dari mereka? Lebih baik kamu kembali menata hati sebelum dirimu menjadi
kacau."
"ukyu..,"
Mitea hendak berbicara lagi. Akan tetapi Eay
langsung membungkam mulutnya. Mitea mendelik tajam. Eay melirik seolah-olah
menunjukkan sesuatu. Benar juga! Mereka melihat Taro dan Aoi memasuki kelas.
Kedua cowok itu berjalan menghampiri mereka. Ai Jimai mengusap sisa-sisa air
matanya secepat mungkin.
"Hey, girls, ohayou!" seru Taro
bersemangat.
"Ohayou, Ai-chan!" sapaan Aoi membuat Ai
Jimai tergagap.
"Ukyu..," dia bingung harus menjawab apa.
Penampilan Aoi yang sekarang membuatnya sedikit canggung.
Seorang cowok yang tidak lagi memakai wig. Hanya
cowok berambut hitam yang memakai kacamata tebal. Melihat penampilan Aoi yang
baru, membuatnya teringat kembali dengan sosok lelaki yang disukainya.
"Hemm kayaknya ada yang habis mewek nih,"
gumam Taro dengan mata menyelidik.
"Idih, siapa lagi yang mewek, ukyu?!"
"Lha kenapa situ malah sewot? Kelihatan banget
tau mata kamu sembab. Kayak habis nangis."
Ai Jimai terdiam. Bulir-bulir air matanya mulai
menyeruak. Taro dan Aoi langsung terkejut.
"Lho lho kok malah nangis sih?!" seru Aoi
kebingungan.
Teman-temannya langsung menyalahkannya. Aoi sendiri terdiam
melihat Ai Jimai yang masih mewek.
“Oh, ini,” Aoi mengeluarkan permen lollipop dari
dalam tas. “Tadinya aku ingin memberikanmu waktu jam makan siang. Tetapi
sepertinya sekarang adalah waktu yang cocok untuk memberikannya padamu.”
Ai Jimai berhenti menangis. Lambat laun dia mulai
tersenyum. Teman-temannya ikut merasa lega. Begitu pula dengan Aoi yang ikut
membalas senyuman gadis itu. Selang beberapa saat Kakao memasuki ruangan kelas.
Dia melihat adiknya dan Ai Jimai saling memandang. Entah kenapa rasanya Kakao
merasa terganggu dengan pemandangan itu.
“HARI INI KITA MULAI TES DADAKAN!” seruan Kakao
membuat para siswanya membatu, terkecuali Aoi. Dia melihat kakaknya dengan
pandangan tajam.
***
“Onii-chan,” Kakao berbalik ketika mendengar suara
Aoi memanggilnya. Dia baru saja keluar dari ruangan kelas. “Mumpung jam makan
siang. Bisakah kita berbicara sebentar?”
Keduanya memutuskan untuk duduk di cafe. Kebetulan saat
itu jam makan siang. Tanpa sengaja keberadaan mereka diketahui oleh Konami,
Eay, dan Mitea. Ketiganya mengendap-endap dan duduk tidak jauh dari
kakak-beradik itu. Kakao menyesap kopinya yang masih panas.
“Jadi langsung saja ya. Tolong jangan ganggu
Harada-chan lagi,” mendengar hal itu, Kakao langsung mengerutkan keningnya. “Atau
lebih tepatnya jangan pedulikan segala perhatiannya lagi. Karena aku tahu
segala yang dilakukan Harada-chan pasti mengganggumu dan hal itu semua
membuatnya terluka.”
Kakao memicingkan matanya.
“Itu semua terserah padanya. Itu keinginannya. Kamu
tidak perlu ikut campur.”
“Justru karena aku temannya, aku turut ikut campur.”
“Hanya teman?” pertanyaan Kakao membuat wajah
adiknya memerah.
“Aku..,”
“Kamu menyukainya, bukan? Penampilanmu berubah dan kembali normal karena demi dirinya, bukan?” Aoi sudah tahu akan
begini jadinya. Kakaknya selalu mampu membaca apa yang ada di fikirannya maupun
bahasa tubuhnya. “Makanya kamu tidak ingin membuatnya berpaling kepada pria
lain.”
“Ka.. kalau iya kenapa?!” serunya sambil tergagap. “Lagipula
onii-chan tidak menyukainya kan?”
“Apakah aku perlu menjawabnya? Aku dan dia memahami
perasaan masing-masing. Seperti seseorang yang mengagumi kupu-kupu yang selalu mengelilinginya.
Namun apa daya jika orang itu tidak berani menyentuh karena takut akan merusak
atau mematahkan sayap indah kupu-kupu itu. Aku harap kamu mengerti,
otouto-chan.”
Aoi hanya terdiam. Dia tidak memahami jalan pikiran
kakaknya.
“Jadi biarkan Harada-san memilih jalannya sendiri.”
Konami yang mendengarkan percakapan antara kedua
pria itu langsung menganggukkan kepala. Eay dan Mitea melihatnya dengan
pandangan bingung. Konami menyadari pandangan kedua gadis itu.
“Apa?” Konami balik bertanya. Eay dan Mitea
melihatnya dengan pandangan menyelidik.
“Nggak usah berbelit-belit. Hey, smart girl! Apa
yang bisa kamu simpulkan dari percakapan mereka?”
Konami terdiam sejenak. Dia menelan ludah sesaat
sebelum berbicara lagi.
“Ai-Jimai tidak bertepuk sebelah tangan. Kedua pria
itu sama-sama ingin memilikinya.”
To Be Continued
0 komentar:
Posting Komentar