Haruno dan Bugyamu Part 14

Haruno sangat senang memikirkan Shou

Pagi itu, Haruno memilih untuk berjalan kaki ke sekolah daripada membawa sepeda ontel milik Bugyamu. Hari itu Haruno memikirkan cara agar teman-teman Bugyamu dapat memafkannya dan menerimanya lagi. Lalu dia melihat arlojinya.

“Aku hampir terlambat! Haruno bego! Kenapa tadi tidak membawa sepeda sih?!” rutuknya.

Haruno berlari sekuat tenaga. Terdengar bel sepeda ontel berbunyi dibelakangnya.  Haruno berbalik.

“Bugyamu-chan, ayo naik!” Shou mengayuh sepedanya dan berhenti di samping Haruno. “Mau aku antar ke sekolah?”

“E-eh, tidak usah, kak. Terima kasih. Aku pergi dulu ya! Sampai jumpa!”

“Anggap saja aku berterima kasih atas makan siang yang kamu buat kemarin.”

Langkah Haruno terhenti. Dia berbalik kembali. Shou tersenyum lembut. Tanpa banyak bicara, akhirnya Haruno duduk di belakang Shou. Tangannya memegang Shou dengan erat. Shou mulai melaju kencang.

“Kamu dapat salam dari adik-adikku. Kata mereka, masakan yang kamu buat enak sekali,” Shou mengayuh sepeda sambil berbicara.

Perkataan Shou membuatnya teringat kembali kejadian siang kemarin. Haruno dan Shou membeli beberapa bahan makanan. Usai berbelanja, Shou membantunya memasak di dapur dan adik-adik Shou hanya melihat mereka berdua memasak. Betapa senangnya mereka ketika makanan sudah matang. Mereka pun makan bersama.

Mengingat hal itu, membuat kedua pipi Haruno bersemu merah. ‘Kenapa yang aku lakukan kemarin seperti seorang istri yang tengah memasak sambil dibantu oleh sang suami. Lalu anak-anak yang menunggu kami dengan sabar. Gyaa, jadi ingin malu!’

“Bugyamu-chan,” Haruno tersadar. “Sudah sampai.”

Haruno langsung melepaskan pegangannya. Dia berdiri dan berterima kasih pada Shou.

“Jangan lupa latihan nanti sore ya.”

“Sipp!!!” Haruno tersenyum sambil mengacungkan jempolnya. Lalu Shou mengayuh kembali sepedanya. Sedangkan Haruno melambaikan tangannya dengan riang. Setelah Shou kian menjauh, Haruno tersadar saat melihat arlojinya. Dengan segera dia berlari memasuki gerbang sekolah.

***

Jam istirahat pun tiba. Haruno mencoba mendekati kedua teman Bugyamu, Tanaka dan Hidosu. Mereka baru saja berencana memakan bekal di atas atap. Haruno mencegat keduanya.

“Aku ingin mengatakan sesuatu.”

Hidosu tidak memandangnya. Berbeda dengan Tanaka yang masih menghiraukannya.

“Tentang apa?” tanya Tanaka.

“Ada yang harus aku ceritakan pada kalian. Tetapi tidak disini. Aku membutuhkan tempat yang agak sepi.”

“Aku ingin memakan bekalku,” sahut Hidosu. Dia hendak pergi, namun Haruno berusaha menahannya.

“Tunggu sebentar. Aku minta maaf pada kalian atas apa yang terjadi. Aku juga merasa bersalah pada Airin. Aku akan segera meminta maaf padanya setelah aku berbicara dengan kalian. Ini penting!”

“Baiklah. Ayo, kalian ikut aku,” Tanaka menyeret Hidosu untuk mengikutinya.

Sementara Haruno berjalan di belakang mereka. Tanaka membawa mereka halaman belakang sekolah. Disana memang tidak ada siapapun. Haruno menarik nafas dalam-dalam. Tanaka dan Hidosu menunggu Haruno untuk membuka pembicaraan.

“Sebenarnya aku adalah Nishikawa Haruno.”

Hening. Tidak ada yang berbicara lagi. Benar saja! Kedua teman Bugyamu tampak bungkam namun ekspresi mereka agak terkejut.

“Bugyamu, aku tidak ingin mendengarkan lelucon darimu. Aku harus kembali!” Haruno tidak dapat mencegah kepergian Hidosu. Lantas dia berteriak.

“HIDOSU, LOOK AT ME!!!” langkah Hidosu terhenti.

Dia berbalik lagi dengan wajah penuh emosi. Tetapi setelah dia berbalik, emosinya mulai menurun. Ya, Haruno melepas wig rambut yang dikenakannya dan menggerai rambutnya. Hidosu tampak sedikit terkejut melihatnya. Begitu pula dengan Tanaka.

“Aku minta maaf karena baru sekarang aku memberitahu kalian. Padahal kalian berdua adalah teman dekat adikku.”

Hidosu berjalan mendekatinya. Lantas dia berjongkok sambil tertawa terbahak-bahak. Tanaka dan Haruno melihatnya dengan heran.

“Aku tidak menyangka. Aku malah merasa cemburu ketika seorang gadis mencium gadis yang aku sukai,” katanya di sela tawa. Hidosu berdiri lagi. “Tidak apa-apa, senpai. Senpai tidak usah meminta maaf lagi. Aku sekarang sudah mengerti kok. Walaupun aku sedikit kesal karena Bugyamu tidak memberitahu kami yang sebenarnya.”

“Kenapa senpai bertukar peran dengan Bugyamu?” tanya Tanaka.

“Hummb.. aku memintanya untuk bertukar peran karena aku ingin pergi ke ultah temanku besok. Jadi kami bertukar peran selama dua minggu.”

“Apa orang tua senpai mengetahui hal ini?” tanyanya lagi. Haruno menggelengkan kepalanya.

“Aku bersyukur karena mereka harus pergi ke Amerika selama dua minggu. Ya.. semoga saja mereka tidak tahu tentang hal ini.”

Hidosu dan Tanaka manggut-manggut secara bersamaan.

“Tapi aku minta kalian untuk merahasiakan hal ini. Aku tidak ingin orang-orang tahu selain kalian. Aku sangat mempercayai kalian berdua.”

“Okay, senpai! Tenang saja!” seru Hidosu. Lalu Haruno mengajak Hidosu melakukan ‘high five’.

Tanaka melepas kacamatanya dan mengurut keningnya.

“Hmm.. senpai benar-benar ajaib,” gumamnya pelan. Lantas dia tersenyum kepada Haruno. “Bugyamu selalu menceritakan senpai. Dia selalu bilang kalau senpai selalu melindunginya dan dia selalu menyukai sisi gelap senpai yang selalu memainkan sesuatu yang berbahaya. Dia sangat kagum dengan diri senpai. Bahkan dia juga ingin seperti senpai. Senpai, kamu benar-benar luar biasa!”

“Aku tidak meyangka bahwa Bugyamu bercerita tentangku seperti itu. Aih, dia memang anak yang baik. Walaupun agak bandel.”

Ketiganya tertawa secara bersamaan.

“Oh ya, sepertinya aku harus meminta maaf dengan Airin-chan. Bagaimanapun juga setelah aku pikir-pikir lagi, seorang cowok seperti Bugyamu tidak mungkin berbuat tidak sopan seperti mencium Airin kemarin. Aku akan segera menemuinya. Aku butuh bantuan kalian. Tolong rahasiakan hal ini pada Airin juga. Aku rasa kita harus merahasiakan tentangku dulu. Dan juga..,”

“Dan juga..,” ulang Hidosu tidak sabar.


Haruno menyunggingkan senyum. “Tolong ceritakan semuanya padaku mengenai kedekatan antara Bugyamu dengan Airin.”


~To bE cOnTiNuEd

0 komentar: