From:
Amu_Avengers@docomo.ne.jp
Onee-chan, aku berubah pikiran. Aku ingin
pertukaran kita hanya satu minggu. Alasannya adalah aku tidak ingin sampai
orang tua kita tahu dan mengecewakan mereka. Besok sesudah kakak datang ke
pesta ulang tahun kak Aoyama, kakak harus segera kembali ke asrama. Okay? Thank
you!
Haruno menatap lama layar ponselnya. Lantas dia
terlentang di atas tempat tidur. Dia menatap layar ponselnya lagi.
“Maaf ya, Bugyamu. Karena sudah melibatkanmu terlalu jauh. Kamu benar-benar adik yang baik,” kata Haruno berbicara sendiri. Tidak lama kemudian dia tertidur.
***
“Pada umumnya orang-orang memang melihat bahwa suatu bela diri hanyalah sebagai suatu kekerasan. Tetapi menurutku suatu karate adalah tentang kedamaian pikiran. Bela diri yang satu ini adalah sebuah seni yang melibatkan pikiran dan jiwa. Jadi bukan suatu bela diri yang mengandung kekerasan kak,” terang Bugyamu.
Alba, Kayako dan Bugyamu baru saja keluar dari
ruangan makan di asrama. Mereka bertiga mengenakan kaos dan celana olah raga.
Rencana Bugyamu untuk kembali ke rumah siang ini membuat Alba dan Kayako
mengajaknya untuk berolah raga bersama. Mereka berdua sangat menyukai Bugyamu
yang selalu bersikap manis dan baik hati. Mereka berdua memutuskan untuk
merayakan pertemanan mereka dengan berolah raga bersama. Alba dan Kayako juga
berjanji akan membantu Bugyamu untuk pulang dengan cara merubah penampilan
Bugyamu yang sebenarnya dan mengatakan pada petugas keamanan bahwa dia hanyalah
tamu yang baru saja menemui kakaknya. Begitulah yang mereka rencanakan.
“Nishikawa-kun!” Bugyamu bertemu dengan ketiga gadis yang sebelumnya menjadi teman satu kelompok di english club.”Hebat! Kemarin kamu telah berimprovisasi di depan sensei! Kenakalanmu selalu saja membuat kejutan orang-orang. Sensei ajah hampir jantungan loh kemarin!”
“Oh ya?” kata Bugyamu. Ketiga gadis itu menganggukkan kepala secara bersamaan.
“Ayo, ikut kami!” seru salah satu gadis itu.
“Kemana?”
“Ke taman. Banyak anak-anak dari english club yang tertarik melihatmu memperagakan bela diri! Bukankah itu bagus? Akhirnya kamu mempunyai banyak pengagum!”
“Banyak pengagum? Wah, itu benar-benar hebat!” Bugyamu langsung mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia tampak begitu tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh ketiga temannya itu. Tanpa banyak bicara, ketiga gadis itu menyeret Bugyamu. Lalu salah seorang gadis itu berbalik.
“Alba, apa kamu juga ikut? Kami pasti akan sangat senang kalau kamu juga ikut kesana.”
“Okay,” kata Alba sembari tersenyum. “Ayo, Kayako!”
“Lho, Kayako juga ikut?” tanya gadis lainnya yang menggandeng lengan Bugyamu.
Kayako merasakan tatapan sinis dari ketiga
gadis itu.
“Aku.. harus ke..,” ucap Kayako berusaha menghindari ajakan Alba.
Bugyamu melepaskan pegangan teman-temannya. Dia
berdiri di samping Kayako.
“Aku akan ikut jika Kayako juga ikut,” tegasnya. Ketiga temannya meringis sambil melihat satu sama lain. Kayako hendak menjelaskan bahwa dia tidak ingin ikut karena ada keperluan lain. Namun Bugyamu langsung memegang tangannya dengan erat. Kayako merasa jika Bugyamu menahannya untuk berbicara.
“Bo.. boleh kok. Iya kan, guys?” ketiga gadis itu langsung meringis lagi. Bagi Bugyamu, senyum yang mereka perlihatkan itu sangat palsu. “Ayo, kita segera kesana sebelum jam istirahat berakhir.”
Mereka berjalan menuju taman sekolah. Bugyamu
benar-benar senang pergi kesana. Taman itu terlihat bagus dari jauh. Namun dia
tidak menyangka, saat kakinya menginjak rumput di taman. Rumputnya tampak segar
dan sangat hijau. Belum lagi tanaman-tanaman bunga yang tampak mekar. Hal itu
membuat mata Bugyamu berbinar-binar.
“Kak Kayako, taman ini benar-benar bagus!” bisiknya di telinga Kayako.
“Iya, Bugyamu-chan! Taman disini sangat indah!” bisik Kayako juga.
Bugyamu melihat banyak gadis dari English club
yang menunggunya. Mereka menyambutnya dengan senyuman manis. ‘Oh, God! Sekarang
aku menjadi populer di antara gadis-gadis! Disini benar-benar surga dunia!’
Bugyamu hampir saja melayang. Dia sangat senang melihat mereka yang menyambut
kedatangannya dengan tepuk tangan yang meriah. Salah satu gadis yang tadi
mengantarnya ke taman, dia menepuk bahu Bugyamu.
“Sekarang giliranmu, teman.”
Orang-orang mulai memperhatikan Bugyamu dengan
pandangan kagum. Bugyamu hanya terkekeh sambil garuk-garuk kepala. Berdiri di
depan orang banyak membuatnya sedikit canggung.
“Yak, aku harus memulai dari mana ya?” tanyanya pada diri-sendiri. Dia terkekeh lagi. “Oh ya, pembelajaran pertama dalam dunia karate dimulai dari bermeditasi selama lima menit. Setelah itu kita harus melakukan pemanasan.” Salah satu dari mereka mengangkat tangannya.
“Bisakah kita melewatinya dan langsung pada gerakan-gerakannya?”
“Oh, tidak bisa. Kita harus melakukan peregangan pada otot-otot sebelum..,” belum selesai Bugyamu menjelaskan, semua orang menepuk tangannya berkali-kali.
“Ayo, Nishikawa! Ayo, Nishikawa!” teriak mereka berkali-kali. Bugyamu tertawa lagi. Dia benar-benar merasa melayang di surga. Orang-orang banyak yang memintanya. Bugyam pun tidak dapat menolak permintaan mereka. Dia langsung memperagakan cara berdiri-berjalan. Kaki depan mengarah lurus ke depan dan kaki belakang mengarah ke sudut 45 derajat.
“Ini namanya shizentai-dachi!”banyak orang-orang yang takjub melihatnya. Lalu Bugyamu melakukan gerakan yang merenggangkan kakinya dan berat badan yang agak lebih di kaki depannya. “Nah, sekarang ini melakukan gerakan zenkutsu-dachi.”
Cewek yang semula mengangkat tangannya, kini
mengangkat tangannya lagi. Bugyamu kembali memperhatikannya lagi.
“Bagaimana kalau langsung melakukan gerakan dengan lawan,” usulnya lagi. Bugyamu tersenyum lebar. Dia menggaruk-garuk kepalanya lagi dengan canggung.
“Wah, bagaimana kalau saya melakukannya dengan kamu?”
Cewek itu langsung berdiri.
“Okay! Setidaknya dulu saya pernah mempelajari sedikit gerakan yang ada di dalam buku,” cewek itu berjalan ke depan. Semua orang memberi semangat pada Bugyamu maupun pada cewek itu. Mereka bertepuk tangan kembali.
Cewek itu mulai memukul Bugyamu dengan berbagai
serangan. Dengan gesit, Bugyamu menangkis dengan tangannya dan menyerang balik.
Semua orang di taman itu merasa penasaran dan ikut melihat. Cewek it uterus
melawan Bugyamu dengan berbagai gerakan. Bugyamu mengakhirinya dengan tendangan
memutar. Cewek itu mulai lelah dan tidak lagi melawannya. Bugyamu meloncat
kegirangan.
“Kepalan tanganmu masih memiliki kekurangan seperti kepalan tangan yang agak miring dan memukul saya dengan terlalu tinggi. Seharusnya kepalan tangan disejajarkan dengan tulang tangan bawah,” jelasnya sambil memperagakan kepalan tangannya.
Tidak terdengar lagi suara dan tepuk tangan
untuk menyemangatinya. Tidak beberapa lama kemudian, Bugyamu mengangkat
wajahnya ke arah penonton. Wajah mereka tampak terkejut melihatnya. Begitu pula
dengan cewek disampingnya. Bugyamu melihat Alba dan Kayako yang juga sama terkejutnya.
Kayako berbicara tanpa suara yang jelas sembari menunjuk rambutnya
berkali-kali. Bugyamu membelalakkan matanya.
‘Ada apa dengan rambutku?’ pikirnya panik. Dia
segera memegangi rambutnya. Bugyamu menyadari jika wig yang dikenakannya tampak
miring. Tubuhnya langsung panas-dingin. Dia tidak mengira, gerakan-gerakan yang
dilakukannya tadi membuat wig-nya hampir terlepas. Cewek disebelahnya langsung
melepas wig-nya. Bugyamu hampir saja menolaknya. Tetapi dia kalah gesit dengan
gadis itu. Wig itu sudah terlepas. Para siswi di sekitarnya langsung menjerit.
Mereka sangat shock karena melihat seorang cowok berada di sekolahnya. Alba dan
Kayako segera menarik tangan Bugyamu untuk melarikan diri bersama.
***
“Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday, Aoyama. Happy birthday to you!” setelah banyak orang yang menyanyikan lagu sakral itu, seorang cowok tampak gembira dan meniup lilin yang sebelumnya menyala. Banyak orang yang bertepuk tangan.
“Semoga kamu tambah sukses ya, Aoyama!” seru Ami dan Noa secara bersamaan.
“Selamat ya, Aoyama. Semoga kamu tambah sehat dan semakin cakep!” Haruno juga ikut memberi ucapan.
Lalu Aoyama memberikan cake pertama kepada ayah
dan ibunya. Setelah itu potongan lainnya untuk teman-temannya. Setelah
mendapatkan kuenya, Haruno mencari tempat duduk. Dia tersenyum ketika melihat Jun
sedang memakan roti sendirian di pojokan. Dia duduk di atas sofa tanpa mengorol
dengan teman-teman. Haruno memilih untuk duduk disebelahnya.
“Jun, enak banget ya browniesnya?” katanya membuka pembicaraan. Jun hanya menganggukkan kepalanya sambil terus memakan cake. Haruno ikut memakan cake-nya. Setelah itu dia mengambil potongan cake milik Jun. Cowok itu langsung melihat Haruno yang memakannya dengan perasaan gembira. “Uhmm, punyamu lebih enak!”
Haruno hendak mengambil cake milik Jun lagi.
Namun cowok itu mengangkat cake-nya ke atas. Haruno langsung cemberut.
“Iih, Jun pelit!” pekiknya sebal. Jun tidak menghiraukannya. Dia memakan cake-nya lagi.
“Bagaimana caranya kamu keluar dari asrama? Apakah kamu dapat kesini dengan meminta ijin?” tanya Jun disela-sela makannya.
“Te.. tentu saja!” seru Haruno agak terbata-bata. Jun memandang Haruno yang bertingah laku aneh. Haruno terus memakan cake tanpa berbicara lagi.
“Aku kira kamu akan melakukan perbuatan yang lebih gila lagi.”
Haruno langsung tersedak. Dia meminum es sirup
milik Jun tanpa ijin. Setelah merasa lega, Haruno tertawa canggung, seperti
dibuat-buat.
“Hahaha.. mana mungkin! Huahaha.. Jun ini bisa saja!” Haruno berhenti tertawa saat wajah Jun mendekat ke wajahnya dengan tatapan curiga.
“Aku rasa kamu melakukan sesuatu yang tidak aku tahu. Tetapi aku memiliki firasat buruk dengan sesuatu yang sudah kamu rencanakan itu,” desisnya tajam.
Jantung Haruno berdebar kencang. Jun melihat
tangan Haruno sedikit bergetar dan membuat piring cake-nya agak miring, hampir
terjatuh. Jun kembali memakan cake-nya.
“Tenang saja! Aku tidak akan memberitahukan hal ini pada ayah.”
Haruno membelalakkan matanya.
“Te.. terima kasih, Jun. Aku tidak tahu harus menjawab apa lagi. Kukira setelah kejadian itu, kamu tidak ingin berbicara banyak dan membantuku lagi.”
“Sebenarnya aku membencimu dan ayah. Tetapi aku tidak bisa berbuat apapun untuk mengatasi rasa benciku ini. Karena aku tahu, mama tidak akan menyukai hal ini jika aku masih memperlihatkan rasa benciku pada kalian.”
“Aku tahu jika kesalahan yang aku lakukan tidak bisa dimaafkan. Tetapi aku ingin membantu rasa kesedihanmu, Jun. Aku tidak ingin jika kamu merasa sendirian lagi. Kamu bisa tinggal di rumah kami. Ayah, ibu, dan Bugyamu juga sangat menyayangimu. Mereka juga pasti akan menerimamu sebagai bagian dari keluarga.”
Jun meletakkan piringnya yang kosong di atas
meja dan meminum es sirupnya.
“Terima kasih telah berusaha untuk membantuku. Aku hargai permintaanmu untuk tinggal di rumahmu. Tetapi lebih baik aku berada di panti asuhan. Disana aku memiliki lebih banyak keluarga yang senasib. Setidaknya aku merasa bahagia tinggal disana dan melakukan banyak pekerjaan yang selama ini tidak pernah aku ketahui.”
“Tapi, Jun..,”
Jun tersenyum, “Tenang saja. Aku benar-benar merasa bahagia di panti asuhan. Disana aku dapat hidup dengan mandiri.”
Haruno hampir saja tidak dapat membendung air
matanya. Dia mencoba untuk membalas senyuman adik tirinya. Usai tersenyum, dia
pergi meninggalkan Jun sendirian. Haruno mendekati Ami yang sedang asik
mengobrol dengan teman-temannya. Haruno menarik tangannya dan membawa Ami di
tempat yang agak sepi.
“Hey, girl! Whats up?”
Air mata Haruno tidak tertahankan lagi. Dia
menangis sesenggukkan. Ami mencoba untuk menenangkannya.
“Ami, bolehkah aku menginap di rumahmu satu malam saja? Aku merasa tidak ada tenaga untuk kembali ke asrama siang ini.”
***
Esoknya…
Haruno mengayuh sepedanya dengan wajah sendu.
Semalam dia menghabiskan waktu untuk curhat. Ami sendiri juga mendengarkan
ceritanya dengan penuh perhatian. Dia bermaksud kembali ke rumah untuk mandi
sebelum kembali ke asrama. Wajahnya agak bengkak karena dia menangis semalaman.
Dia merasa lesu dan tidak seceria seperti biasanya. Sesampainya di rumah, dia
meletakkan sepeda ontelnya di dalam garasi. Dimasukkannya kunci di dalam lubang
kunci pintu. Haruno merasakah tubuhnya sangat lelah. Haruno berjalan memasuki
rumah sambil memutar tubuhnya ke kiri-kanan.
“Bugyamu, onee-chan pulang!” teriaknya. “Sebaiknya aku tidur di rumah selama beberapa menit. Hoahem, aku benar-benar masih mengantuk.”
Baru saja melewati ruang tamu dan menaiki
tangga, Haruno membuka lebar-lebar matanya. Dia menyadari sesuatu yang ganjil.
Dia membalikkan tubuhnya perlahan. Jantungnya berdegup lebih kencang daripada
biasanya. Dia melihat sesuatu yang membuat tubuhnya hampir roboh. Bugyamu duduk
diantara orang-orang yang dikenalnya. Wajah Bugyamu tampak sembab. Haruno
merasakan gemetaran di tubuhnya dengan hebat. Dia berjalan menuruni tangga
secara perlahan. Haruno mencoba untuk tetap menatap mereka. Bahkan kegugupannya
semakin bertambah saat melihat kemarahan dari kedua orang didepannya. Haruno
mencoba untuk menyunggingkan senyum.
“Ayah, ibu. Sejak kapan kalian pulang?”
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar