Serial Ai-Jimai strange virus.. love_ukyu! Eps. 20



Aoi-Ai Jimai-Kiya-Kakao

Sesampainya di rumah, Kakao masih terdiam di dalam mobil. Sementara itu orang-orang lainnya sudah berjalan menuju halaman rumah yang langsung disambut oleh ibunya. Kakao melihat ibunya dari kejauhan dengan riak-riak air mata yang hampir keluar. Setelah semua orang memasuki rumah, Kakao menundukkan kepala. Dia masih terdiam di dalam mobil.

‘Tok.. tok.. tok!’ Kakao langsung terkejut mendengar ketukan di sebelah kirinya. Ternyata Ai Jimai yang mengetuk kaca mobil. Gadis itu menempelkan kedua tangannya di depan kaca sambil mencoba melihat Kakao di dalamnya.

“Sensei nggak masuk, ukyu?” ujarnya dari luar. Kakao mengedipkan matanya berkali-kali.

‘Aku kira dia tidak akan berbicara padaku selamanya. Kenapa sekarang mulai peduli padaku lagi?’ Kakao merasakan dadanya mulai bergemuruh. Seakan-akan kehadiran Ai Jimai membuatnya merasakan sebuah perasaan yang berbeda. Seperti sesuatu yang membangkitkan dirinya dari sisi kekelaman yang mengukungnya sejak lama.

Tanpa sadar tangannya menyentuh kaca mobil tepat dimana tangan Ai Jimai menyentuh kaca mobil tersebut. Gadis itu membelalakkan kedua matanya dan hanya terdiam melihat kelakuan Kakao. Keduanya saling menatap tanpa berkedip sekalipun.

“Ai-chan! Apa yang kamu lakukan disana?” keduanya terkejut ketika melihat Aoi dan Kiya berjalan menghampiri Ai Jimai.

“Ano..,” Ai Jimai merasa bingung untuk menjelaskannya. Terdengar suara pintu mobil yang terbuka. Kakao keluar dari mobil.

“Onii-chan!!!” Kiya kembali memeluk kakaknya dengan sangat erat. “Kiya sangat rindu dengan kakak. Kenapa kakak tidak pernah datang ke rumah?” Kakao mencoba melepaskan diri dari pelukan adiknya. Namun Kiya tetap mempererat pelukannya.

“Kiya, lepas..,”

“Hari ini onii-chan terlihat tampan. Kiya semakin cinta sama onii-chan~!” Kiya tampak begitu senang.

Entah kenapa hal itu membuat perasaan Ai Jimai tidak tenang. Melihat seorang gadis remaja memeluk erat seseorang yang disukainya, membuatnya ingin segera melepaskan mereka berdua. Namun Ai Jimai mencoba menahan diri, mengingat status mereka hanyalah kakak-beradik. Wajar apabila mereka tampak begitu dekat.

“Lepas! Lepas.. Kiya, lepaskan aku!” mereka tampak tertegun mendengar sentakan Kakao. Begitu pula dengan Kiya. Gadis itu mulai melonggarkan pelukannya.

Kakao melepaskan diri darinya dan berjalan memasuki rumah. Namun ia berbalik kembali setelah berhenti di depan pintu. Lalu Kakao menarik tangan Ai Jimai tanpa bicara sedikitpun. Ai Jimai yang masih terkejut hanya terdiam saat Kakao mengajaknya masuk ke dalam rumah. Kiya melihat pemandangan itu dengan wajah tidak senang.

“Onii.. siapa gadis itu?”

“Oh, maksudmu Ai Jimai? Dia teman sekelas kakak. Dia tampak begitu manis kan?” tanya Aoi sambil tersenyum memandang pintu yang sudah tertutup. Kiya mengelus-elus dagunya. Dia tampak berpikir keras. Lantas tersenyum misterius.

“Hmm.. Ai Jimai..,”

***

“Duh, sensei.. kenapa harus belajar sekarang sih? Kita kan baru selesai makan malam..,” keluh Taro sambil mengelus perutnya yang tampak buncit. Sehabis makan malam, mereka berenam langsung digiring oleh Kakao ke dalam kamarnya.

“Sensei, apa tidak sebaiknya kita istirahat dulu? Kami merasa lelah sehabis perjalanan panjang tadi nih,” Konami ikut angkat suara. Namun Kakao tidak ambil pusing. Lelaki itu langsung menutup pintu dan mengunci pintu kamarnya.

Ai Jimai berbalik dan terperangah melihat seisi kamar yang tampak luas.


‘Ini kamar sensei, ukyu! Ruangan ini begitu besar bak kamar seorang pangeran. Bahkan bisa menampung kami berenam sekaligus.’ Ai Jimai begitu mengagumi ruangan yang dilihatnya. Dia berjalan menghampiri buku-buku yang tertata di dalam lemari-lemari kaca yang berukuran tinggi. ‘Waw! Buku-buku diktat yang tebal. Bahkan tidak ada komik sekalipun! Ruangan ini benar-benar menakjubkan!’

Lalu matanya melintas ke arah deretan foto berpigura yang berada di atas meja belajar. Ai Jimai mengamati foto yang berada di dalam pigura tersebut. Terdapat dua orang dewasa dengan ketiga anaknya yang tampak begitu berbahagia. Ai Jimai menunjuk salah satu anak lelaki yang mekai seragam SMA. ‘Ini pasti sensei. Aku tidak menyangka sensei bisa tersenyum manis seperti ini. Dia tampak begitu imut.’

“Hey, Ai-chan! Kenapa kamu tertawa seperti itu sih? Apa yang kamu lihat?” suara Eay membuat Ai Jimai langsung berbalik dan meletakkan pigura itu di atas meja. Ai Jimai langsung merangkul temannya itu dan mengajaknya bergambung dengan teman-temannya yang lain.

“Kalian disini kan niatnya belajar. Seharusnya kalian memiliki keseriusan untuk menghadapi ujian nanti. Sekarang sensei tanya, apa kalian siap?!”

“Si.. si.. siap,” Konami berteriak duluan. Namun Kakao mendengar keraguan pada suara salah satu murindnya itu.

“Konami, apa kamu berani menghadapi ujian besok setelah kamu mengalami kegagalan pada tes di Keio?!” Konami merasa terkejut ketika Kakao menyebutkan namanya. “Konami, apa kamu berani?!”

“Be.. berani!”

“Siap?!”

“Si.. siap.”

“Kurang tegas!”

“SIAP!”

“Kalian semua! Apa kalian semua juga sudah yakin kalau bisa mengerjakan ujian dengan mudah?!”

“YAKIN!” jawab mereka serentak.

“Apa kalian bisa berjanji kalau kalian bisa belajar mati-matian demi mendapatkan nilai terbaik sesuai impian kalian masing-masing??!”

“Bisa! Kami janji!”

“Bagus! Ayo sekarang kita mulai!” mereka mengikuti Kakao yang duduk dan mengeluarkan buku masing-masing. Kakao juga meletakkan buku-buku tebal di atas meja. Taro dan Mitea merasa tercekik melihat buku-buku tebal itu.

“Taro, apa buku-buku itu untuk kita?” bisik Mitea. Taro langsung merinding mendengarnya.

“Aku harap tidak.”

Kemudian Kakao melihat Ai Jimai mengangkat tangannya.

“Sensei, aku haus. Aku akan mengambil minum dulu, ukyu.”

“Apa perlu aku antar?” Kakao dan Aoi bertanya secara bersamaan. Ai Jimai tersenyum sambil menggelengkan kepala.

“Nggak usah. Makasih, ukyu. Oh ya, apa kalian juga haus? Aku akan membawa air untuk kalian juga ya.”

“Duh, makasih loh, Ai-chan,” kata Eay.

“Kebetulan aku juga haus,” sambung Mitea. Ai Jimai pun keluar kamar dan menuruni tangga. Sesampainya di dapur, Ai Jimai mengambil gelas-gelas. Lalu dia tampak kebingungan mencari nampan.

“Sedang mencari apa?”

“Ukyuuu,” Ai Jimai langsung terkejut mendengar suara Kakao di belakangnya. “Ano.. nampan.”

Dengan sigap, Kakao mengambil nampan di dalam lemari bawah. Ai Jimai pun menata gelas-gelas di atas nampan dan Kakao yang menuang air putih ke dalam gelas-gelas tersebut.

“Sensei tahu nggak? Kenapa aku sering keceplosan ukyu, ukyu?”

“Hmm.. mungkin karena lagi nge-trend?” sahut Kakao sekenanya. Dia masih fokus menuang air putih ke dalam gelas terakhir. Ai Jimai tertawa kecil mendengarnya.

“Jadi dulu kakekku adalah pecinta burung beo, ukyu. Dulu waktu kecil, aku sering menemani kakek bermain dengan burung beonya, ukyu. Kakek selalu mengajari burung beonya berbagai kata, ukyu. Akan tetapi burung beo-nya selalu berkata ukyu, ukyu. Kakek pun membiarkannya, ukyu. Aku pun juga sering bermain dan mengajaknya berbicara dengan burung beo itu, ukyu. Tanpa sadar ‘ukyu’ menjadi kebiasaanku hingga sekarang, ukyu. Aku tidak mampu menghilangkan embel-embel itu, ukyu. Terkadang, ukyu.. aku merasa malu. Tetapi apa boleh buat.. ‘ukyu’ sudah menjadi bagian dari diriku, ukyu.”

Kakao memandangi Ai Jimai dengan seksama.

“Kamu yakin jika seekor burung yang membuat pelafalanmu seperti itu?”

Ai Jimai mengangkat nampan yang telah lengkap dengan gelas-gelas berisi air.

“Ya sudah kalau sensei tidak percaya, ukyu,” Ai Jimai hendak pergi. Namun Kakao menahan tangannya. Gadis itu menoleh.

“Suatu saat boleh aku melihat burung ‘ukyu’ mu itu?”

“Sensei yakin?” tanyanya dengan bersemangat. Kakao menganggukkan kepalanya.

“Sipp.”

Lalu Kakao mengambil nampan dari tangannya.

“Ano..,”

“Sensei cuma mau bilang kalau kamu jangan merasa bersalah. Perasaanku dan perasaan Aoi merupakan permasalahan kami sendiri. Jadi.. jangan merasa bersalah atas apa yang kami rasakan. Jadilah Ai Jimai apa adanya seperti yang kamu lakukan saat ini,” Kakao menatap mata Ai Jimai dalam-dalam. Lantas menepuk kepala Ai Jimai dengan lembut. “Aku senang bisa melihatmu kembali.”

Ai Jimai hanya termangu melihat kepergian sensei-nya. Dia tidak menyangka kalau Kakao bisa berlaku selembut itu. Dia mengelus-elus rambutnya sendiri sambil tersenyum.

“Jadi kamu yang berani memainkan perasaan kedua kakakku?” Ai Jimai merasa terkejut melihat kehadiran Kiya dari balik tembok luar dapur. Kiya melihatnya dengan sinis.

“E- eh!”

‘Kenapa Kiya berbicara informal padaku?’ pikir Ai Jimai penuh tanya.

“Aku tidak akan membiarkan kamu mempermainkan mereka sekehendak hatimu. Aku sudah tahu sebelumnya kalau ada yang tidak beres pada dirimu. Aku akan menggagalkan niat burukmu itu, Ai Jimai.”

“Kenapa kamu berbicara informal padaku, ukyu?”

“Jangan mengalihkan pembicaraan!” serunya sambil berkacak pinggang di depan Ai Jimai. “Jangan sekalipun dekat-dekat dengan kakak-kakakku. Terutama dengan kak Kakao!”

“Oh, dia kakak kesayanganmu, ukyu?” tanyanya dengan senyuman ramah. Kiya melipat kedua tangannya di depan dada.

“Hmm, kak Kakao itu bukan kakak kesayanganku lagi. Tetapi dia adalah kakak tercintaku.”

“Ukyu?” Ai Jimai mengerutkan kening dengan bingung. Dia mencoba mencerna kata-kata Kiya.

“Kakak yang suatu hari akan menikahiku di pelaminan.”

“Ukyu???”

“Dia tidak akan pernah berpaling pada cewek lain, terutama cewek berwajah jelek seperti kamu. Jadi jangan pernah mencoba merebutnya dariku! Jangan per.. nah.”

Kiya meninggalkan ruangan dapur sambil bersenandung ria. Wajah Ai Jimai langsung pucat seketika. Gadis itu tidak menyangka kalau adik dari seseorang yang dia hormati memperlakukannya seperti itu. Belum lagi kata-kata yang tidak seharusnya diucapkan oleh seorang adik mengenai kakaknya.

“Aih, mungkin dia hanya cemburu, ukyu. Seperti seorang adik pada kakaknya,” Ai Jimai mulai berbicara sendiri. Lalu dia mencoba berpikir kembali. Dia tertawa sambil menggaruk-garuk kepalanya. Lantas berteriak sambil menengadah ke atas.

“Aaarrgh, apa.. apa-apaan ini, kyuu? Sebenarnya apa yang terjadi, ukyuuu..??!!!!”


TAMAT

0 komentar: