Ai Jimai menepuk-nepuk kedua pelipisnya yang baru saja diperban. Kedua
temannya serentak memegangi tangannya.
"Ukyuu...??!"
"Untung saja kepalamu selebihnya nggak apa-apa. Kalo sampai terluka parah kan bisa bahaya..," sungut Mitea dengan mengerutkan wajah.
"Leh, wajah kamu itu mite, selalu ajah jutek. Ai, kepala kamu di dongakin keatas ajah biar darahnya nggak keluar lagi," Ai Jimai langsung menurut.
Kepalanya mendongak ke atas dan berjalan dengan kedua tangan yang dipegangi oleh kedua temannya.
"Ai, emangnya kamu habis ngapain sih tadi?" Eay kembali bersuara.
Ai Jimai menoleh.
"Ukyu? Tadi nabrak guru, ukyu. Aku malah nggak sengaja nabrak ke tembok juga, ukyu!"
"Ukya ukyu ukya ukyu..,kamu kelainan yaa??! Pusing aku." bentak Mitea.
"Ukyu?"
"Siapa guru itu, Ai? Apa dia nggak tahu kalo kepala kamu berdarah gitu?" tanya Eay mencoba bersimpati.
Ai Jimai hanya menggelengkan kepala.
"Mite, kamu kok kesal kayak gitu sih?!?" kemudian pandangannya kembali teralih pada Mitea. Yang ditanya malah bertambah cemberut. Ketiganya masih melangkahkan kaki melewati sisi kanan koridor.
"Habisnya.. aku pingin banget lihat guru baru itu."
"Ya elah, pintu kelas kita udah ada di depan mata tuh. Yok, buruan!"
"Cepetan, ukyu! Mau bel pulang, ukyu!"
Mereka bertiga berjalan setengah berlari di sisi koridor hingga sampai menuju ruangan kelas. Suasana kelas tampak gelap, padahal banyak jendela yang terbuka. Kelas menjadi nyaris sunyi. Mitea melihat Kanomi yang sedang mengabsen di depan kelas. Setiap anak yang dipanggil hanya mengacungkan tangannya saja. Tidak terdengar suara-suara seperti biasanya. Disebelah Kanomi, tampak seorang guru sedang menepuk-nepuk penggaris kayu ditangannya.
Eay memberanikan untuk mengetuk pintu duluan. Seorang guru berbalik menghampirinya. Kedua mata Eay langsung berbinar-binar. Pandangannya hampir kabur. Dadanya terasa sesak. Kedua matanya hanya tertuju pada salah seorang didepannya yang kini sedang mengenakan jubah pangeran dan membawa pedang kristal. Dia senyam-senyum sendiri.
"Hei, Eay! Kamu ditanya gurunya tuh!" colek Mitea. Eay langsung tersadar.
"Oh, eh.. tadi kami mengantarkan teman saya yang terluka." Eay menunjuk Ai Jimai yang berada disebelahnya. Guru yang dihadapannya menatap ketiganya dengan pandangan samar.
"Kyuuu... Sensei.. kita ketemu lagi!!!" suara Ai Jimai menjadi genit. Eay dan Mitea menoleh ke arah sumber suara. Ai Jimai melangkah masuk dan memegang kedua tangan gurunya. Wajah Kao mulai pucat pasi. “Apa yang harus Ai lakukan, ukyu? Apa.. apa, ukyu???”
Kao mendorong Ai Jimai dengan penggaris kayu ditangannya.
“Kamu harus jauh-jauh dari saya. Jangan.. terlalu dekat.”
“Tapi ukyu.. Ai Jimai sudah memutuskan untuk tetap di sisi sensei, kyuu..???”
Wajah Kao mulai memerah. Dia hampir tidak mengerti apa yang diucapkan oleh Ai Jimai. Di matanya, Ai Jimai tampak menakutkan dari awal bertemu. Bel pulang berbunyi. Semua siswa yang semula tegang melihat drama mereka langsung berkemas pulang. Seseorang menepuk bahu Kao dari belakang.
“Tabahkan hatimu, kak. Dia adalah tipe orang yang seumur hidup ingin kau hindari,” ujar seorang cowok berseragam dengan khas rambut wig yang dikenakannya. Mata Kao langsung mendelik ke arahnya. Ai Jimai memukul bahu cowok wig itu.
“Ukyuuu, kau mengganggu!!!” katanya sebal. Namun yang dipukul hanya tertawa dan mengusap-usap kepalanya dengan gemas. “Ukyuuuu...?”
“Kamu lucu sekali!” lalu dia beranjak pergi begitu saja.
Mitea dan Eay menatap bengong dengan drama yang terjadi didepannya. Di sisi
lain, Kao menatap kepergian cowok ber-wig itu dalam-dalam.
~To be continued
Matsuo Miyako says,”Hubungan apa yang dimiliki Kao dengan cowok ber-wig itu yaa?”:<
0 komentar:
Posting Komentar