Usai menelepon kakaknya, Bugyamu menyerahkan
ponsel itu kepada Kayako. Dengan segera Kayako menyembunyikan ponselnya di laci
meja dan menguncinya. Bugyamu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kayako
tertawa kecil ketika melihat tingkah laku Bugyamu yang agak risih dengan wig
dan melepasnya.
![]() |
jarak antara Bugyamu dan Kayako kian dekat |
“Jadi sampai kapan kalian bertukar peran?” tanyanya.
“Uhm, dua minggu.”
“Itu waktu yang agak lama ya. Kalian berdua tidak takut jika kedua orang tua kalian mengetahui perbuatan kalian?”
Bugyamu berpikir agak lama.
“Humm, aku juga sempat kepikiran sih. Tapi semoga saja mereka tidak tahu. Lagipula mereka berada di luar negeri dalam waktu yang cukup lama.”
“Kalau menurutku sih, tidak baik loh membohongi orang tua seperti ini.”
Bugyamu menoleh. Dia terdiam memandang Kayako
cukup lama.
“Kalau boleh memberi saran, kalian harus segera memberitahu kedua orang tua kalian sebelum mereka mengetahui perbuatan kalian dengan mata kepala sendiri. Kalau sampai hal itu terjadi, maka mereka akan sangat kecewa pada kalian berdua. Kedua orang tua kalian meninggalkan kamu di rumah sendirian. Itu berarti mereka sangat mempercayaimu.”
Bugyamu termangu mendengarkan nasehat Kayako.
“Aku.. sekarang aku merasa bersalah kepada mereka,” kata Bugyamu sambil menatap sedih Kayako.
“Mungkin aku harus meminta onee-chan untuk merubah perjanjian kita menjadi satu minggu. Besok aku akan pulang.”
Kayako tersenyum lembut.
“Rencana yang bagus.”
Tidak lama kemudian seseorang mengetuk pintu
dari luar kamar. Kayako dan Bugyamu langsung terkejut. Bugyamu langsung mengenakan
wig-nya lagi.
“Apakah itu pengawas?” tanya Bugyamu dag-dig-dug. Kayako melihat jam dinding.
“Biasanya pengawas tidak datang jam segini,” keduanya berdiri dengan perasaan curiga. Kayako memutar kunci dan membuka pintu kamarnya. Mereka menarik nafas lega setelah mengetahui wujud orang tersebut.
“Alba! Aku kira siapa?!” seru Kayako pura-pura kesal. Alba tidak menjawab. Dia langsung ambruk di atas tempat tidur. Dilihat dari raut wajahnya, Alba tampak sangat letih.
“Duh! Capeknya! Aku cukup lelah dengan semua ini! Seharusnya dari awal aku menolak untuk menjadi ketua kelas. Mengurus ini-itu. Semua tugas dan tanggung jawab itu sangat membuatku capek,” serunya sambil memejamkan mata. Setelah mengatakan itu, Alba langsung tertidur. Kayako dan Bugyamu saling memandang. Lalu mereka tertawa.
“Kasihan kak Alba. Dia pasti sangat kelelahan,” ucap Bugyamu sambil melepas wig dan merebahkan tubuhnya kembali. Kayako juga ikut merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya.
“Wajar saja kalau dia merasa lelah dengan berbagai tugas. Menjadi ketua kelas, bagian dari anggota osis, dan mengikuti ekskul piano. Semua itu adalah tanggung jawab Alba.”
“Kalau kak Alba terlalu capek dengan semua aktivitasnya itu, bukankah lebih baik kalau dia melepaskan diri dari salah satu rutinitas yang dijalaninya?”
“Seandainya saja Alba dapat melakukannya. Sebenarnya semua yang dilakukannya bukan kemauannya sendiri.”
“Loh, kok bisa?”
“Keluarganya yang menuntutnya untuk melakukan semua itu. Lahir dari keluarga kaya raya dan bermartabat membuatnya untuk selalu mengikuti kemauan kedua orang tuanya. Tentu saja segala pilihan dari orang tuanya untuk kebaikannya. Alba pernah bilang kalau kedua orang tuanya sangat menyayanginya. Hidup sebagai anak tunggal membuat kedua orang tuanya untuk menjadikan Alba sebagai seorang wanita karir yang mandiri dan berdedikasi. Di masa depan nanti, Alba akan menggantikan ayahnya untuk meneruskan jabatan ayahnya sebagai direktur utama.”
Bugyamu melongo.
“Waw, aku tidak menyangka bahwa kak Alba sangat berusaha keras dalam menjalaninya.”
Tiba-tiba Kayako menutup mulutnya dengan kedua
tangannya.
“Oh, tidak! Seharusnya aku tidak menceritakan hal ini padamu. Hanya aku dan Haruno yang tahu.”
Bugyamu terkekeh mendengarnya.
“Santai saja, kak. Aku pintar menjaga rahasia orang kok,” sahutnya sambil mengerlingkan matanya. Kemudian Kayako tertawa. Bugyamu tersenyum saat melihat Kayako yang masih tertawa.
“Betapa senangnya aku saat melihat teman-temanku masih memiliki orang tua. Andai saja kedua orang tuaku masih ada, pasti mereka juga akan mengkhawatirkan aku dan memberikan segala hal yang terbaik untuk masa depanku. Aku ingin mengetahui bagaimana rasanya kembali diperhatikan, disayangi, dan dipercayakan oleh mereka,” ucap Kayako sambil tersenyum tipis. Dia menekuk tubuhnya bak janin. “Aku sangat merindukan mereka.”
Bugyamu memandang Kayako lama. Kayako menutup
matanya dan bulir-bulir air mata mengalir di pipinya. Tiba-tiba Bugyamu merasa
ingin memeluk Kayako dan berkata semuanya akan baik-baik saja. Namun dia haya
terdiam cukup lama. Kayako bangkit dari tidurnya sambil menghapus air matanya.
“Oh ya, bagaimana dengan ekskul English club tadi? Apakah semuanya berjalan lancar? Sepertinya besok aku harus mentraktirmu ice cream nih,” tanya Kayako tertawa kecil.
“Uhmm..,” Bugyamu menerawang ke atas agak lama. Lalu dia menoleh lagi ke arah Kayako. “Aku benar-benar gila disana. Mereka berbicara bahasa asing yang benar-benar tidak aku mengerti. Lalu aku kabur saja dari sana.”
Bugyamu dan Kayako tertawa bersama.
“Tetapi aku punya ide lain, kak,” katanya lagi. Kayako kembali mendengarkan Bugyamu. “Aku sudah mengumpulkan kertas di dalam kotak penawaran untuk menambahkan ekskul.”
“Wah, kamu mengisinya? Lalu ekskul seperti apa yang kamu sarankan?”
Bugyamu tersenyum sembari bangkit dari tidurnya
dan melompat dari atas tempat tidurnya. Dia menjejak lantai dengan pasti.
“Ekskul karate!” serunya bersemangat.
“Hah, benarkah?!” seru Kayako agak terkejut. “Rencana kamu benar-benar kejutan! Aku tidak tahu pasti apakah kepala sekolah dan anggota osis mengijinkan ekskul tersebut. Karena selama ini ekskul di asrama putri Kachinoka tidak pernah ada ekskul karate atau apapun ekskul yang mengandung kekerasan. Asrama disini mengutamakan feminisme dan sopan santun.”
“Justru mempelajari ilmu bela diri dapat menjaga para siswi untuk menjaga diri dari serangan orang lain. Sebagai contoh nih, kak. Apabila tas kakak dicuri oleh seseorang, kak Kayako pasti bisa menyerang balik orang tersebut dengan bela diri yang kakak miliki.”
Kayako tersenyum melihat Bugyamu menerangkannya
dengan begitu bersemangat. Bugyamu meloncat lagi ke atas tempat tidurnya.
Kayako membuka kunci dari laci mejanya dan mengambil ponsel. Dia langsung
memberikan ponselnya pada Bugyamu yang kini sedang menguap dengan mulut
melebar.
“Eh, jangan tidur dulu! Kamu harus mengabari kakakmu kalau hari minggu besok kamu berencana untuk pulang.”
Bugyamu menggeliat dengan malas. Lalu dia
mengirim email untuk kakaknya. Dia menunjukkan message nya pada Kayako. Gadis
itu membaca message tersebut.
‘Onee-chan, aku berubah pikiran. Aku ingin
pertukaran kita hanya satu minggu. Alasannya adalah aku tidak ingin sampai
orang tua kita tahu dan mengecewakan mereka. Besok sesudah kakak datang ke
pesta ulang tahun teman, kakak harus segera kembali ke asrama. Okay? Thank
you!’
Kayako tersenyum sambil mengacungkan jempolnya
ke arahnya. Bugyamu mengembalikan ponsel Kayako. Keduanya merebahkan tubuh di
atas kasur secara bersamaan. Kayako menutup matanya duluan. Bugyamu menolehkan
kepalanya dan melihat Kayako yang baru saja setengah tertidur.
“Kak Kayako,” panggilnya.
“Humm?” jawab Kayako sambil masih menutup matanya. Bugyamu menekuk kedua tangannya di bawah kepala sebagai pengganti bantal. Matanya menerawang ke atas.
“Walaupun sekarang kakak tidak memiliki orang tua, kak Kayako harus tahu bahwa paman kakak, bibi kakak, aku, kak Haruno, kak Alba, dan teman-teman lainnya akan tetap di sisi kakak. Karena kami pasti akan selalu menjaga, memperhatikan, mengayomi kakak, bahkan memberikan hal yang terbaik untuk kak Kayako. Aku harap kakak akan terus berjuang demi masa depan kakak. Dengan begitu kedua orang tua kakak di atas sana akan lebih bahagia dan tidak akan merasa khawatir lagi. Karena kak Kayako memiliki orang-orang di sekitar yang selalu menyayangi kakak.”
Bugyamu menoleh lagi kea rah Kayako. Kini mata
gadis itu terbuka. Dia sedang menatap Bugyamu dengan senyuman lembut. Bugyamu
melihat air mata Kayako mengalir lagi.
“Terima kasih, Bugyamu-chan.”
~To bE cOnTiNuEd
0 komentar:
Posting Komentar