Bugyamu keluar dari ruangan English club dengan
tubuh sempoyongan. Dia tidak tahu harus berjalan kemana. Yang dia tahu, English
club yang didatanginya tadi benar-benar menyeramkan seperti yang dia duga
sebelumnya.
“This time we will learn speaking. In my opinion, speaking easier than reading. You should be talking to each other according to the theme that I give. The first group talked about the birthday party, the second group of new students talked about in class, and the third group to talk about the hobby. Let us try to start from the first group.”
Jantung Bugyamu berdetak cepat. Kedua tangannya
langsung berkeringat. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang tadi dibicarakan
oleh sensei tersebut. Dia ingin bertanya kepada teman disebelahnya, tetapi dia
teringat spanduk yang berada di depan pintu ruangan English club yakni ‘Kawasan
bebas berbahasa inggris’ dan ‘Dilarang berbicara menggunakan bahasa selain
bahasa inggris’.
Dia tidak jadi bertanya. Bugyamu tidak begitu mengerti apa
yang sedang dibicarakan oleh teman-teman disekelilingnya. Yang dia tahu
hanyalah dia mendapatkan giliran terakhir. Lebih tepatnya kelompok ketiga.
“Nishikawa, you already know what I was talking about? I'll ask you about your hobbies. You can explain it in detail or with improvasi you usually do. After the turn you are asking about my hobby,” seorang cewek disebelahnya berbicara dengan fasih. Hal itu membuat Bugyamu semakin frustasi.
Bugyamu
benar-benar tidak paham. Dia hanya mengetahui satu kata bahasa inggris
seperti..
“Pardon?” tanyanya.
Cewek itu mengulang kembali penjelasannya.
Kali ini lebih perlahan. Bugyamu semakin tidak mengerti. Seseorang menepuk
pundaknya.
“Nishikawa, I'm really counting on you! We will fight together huh? !!”
Bugyamu semakin bengong. Sensei mulai memanggil
kelompok ketiga. Bugyamu berjalan di depan bersama tiga orang kelompoknya.
Cewek yang pertama mulai memanggil temannya. Keduanya masing-masing ditemani
oleh Bugyamu dan teman cewek lainnya. Bugyamu ikut bersalaman ketika melihat
teman-teman kelompoknya saling bersalaman.
“Nishikawa-kun, what are your hobbies?” Bugyamu agak terkejut ketika cewek didepannya memanggil namanya. Bugyamu hanya berucap –oh –eh –ano. Cewek disebelahnya membantunya.
“His hobby is cooking. True, Nishikawa-kun?” tanya cewek itu. Bugyamu hanya melongo.
“Well, is it true? Surely you are very good at cooking!”
“You are great!”
“Oh, yeah! Okay!” sahut Bugyamu dengan canggung. Kini tangan dan keningnya semakin banyak mengeluarkan keringat. “Sorry, saya..,”
“No, no, no! Nishikawa, forbidden to pronounce a language other than english,” seru sensei. Bugyamu mengerutkan keningnya. Berusaha memahami apa yang dikatakan oleh sensei-nya barusan. “Come on, tell me about your hobbies. What are your hobbies?”
“My hobby?” tanyanya sedikit mengerti. Lalu dia mengacungkan jempol pada gurunya. Dia berbalik menghadap teman-teman kelompoknya. “Hobiku adalah karate! Saya sangat menyukai karate. Dengan mempelajari karate, aku dapat melawan orang-orang yang berniat menggangguku. Aku dapat menjaga diri dengan kemampuanku itu. Dan yang paling menyenangkan adalah saat mengganggu saudaraku dengan kemampuan karate ku!”
Sensei menepuk keningnya dengan kesal.
Sementara teman-temannya agak kaget mendengar perkataan Bugyamu yang begitu
menggebu-gebu.
“Terima kasih, sensei! Terima kasih, teman-teman!” Bugyamu membungkukkan tubuh dan memberi hormat. “Kalian sudah menyadarkanku atas apa yang aku lakukan. Sensei, aku akan cuti hari ini. Sampai jumpa.”
Bugyamu berjalan meninggalkan sensei dan
teman-temannya yang masih bengong.
Saat ini::
“Aku benar-benar membutuhkan oksigen. Ruangan tadi benar-benar membuatku sesak,” Bugyamu berbicara sendiri.
Kemudian dia berhenti saat melihat pintu
ruangan dengan kaca ditengahnya. Bugyamu menengok kaca tersebut. Dia melihat
Alba sedang berbicara dengan banyak orang di meja yang besar dan melingkar.
Bugyamu membaca tulisan yang tercantum di papan ruangan.
“Ruang osis? Wah, kak Alba hebat sekali!”
Lalu tanpa sengaja, ia melihat papan pengumuman
yang tergantung di sebelah pintu ruangan tersebut. Bugyamu melihat berbagai
ekstrakurikuler yang ditawarkan. Tetapi dia tidak menemukan ekstrakurikuler
yang diinginkannya. Lantas dia menemukan kertas kosong yang berada di kotak
yang bertuliskan ‘Silahkan tulis klub yang kalian inginkan dengan alasan yang
jelas. Anggota osis akan mempertimbangkannya’. Bugyamu tersenyum lebar setelah
membaca tulisan tersebut.
“Hmm.. sepertinya ini yang aku mau.”
***
Haruno terbangun dari tidurnya. Tanpa sadar,
dia melihat jam dinding. Kedua matanya langsung melotot begitu melihat arah
jarum jam. ‘God! Sudah pukul setengah lima dan aku masih disini! Aku
benar-benar telat!’
Haruno mencuci wajahnya dan mengenakan seragam
karate dengan cekatan. Tidak lupa ia juga mengenakan wig. Haruno menyabet tas
adiknya dan mengisi botol air mineral serta saputangan milik Shou. Dia mengeluarkan
sepeda ontel dari garasi. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Haruno melihat nama
Bugyamu di ponselnya. Dia segera menerima panggilan.
“Moshi-moshi! Onee-chan, aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin. Aku..,”
“Maaf, Bugyamu-chan! Kakak sedang terburu-buru. Tolong telepon aku satu jam lagi ya.”
“Bukankah ekskul karate sudah usai? Memangnya one-chan mau kemana?”
“WHAT??! Sudah selesai?!”
“Iya. Kenapa sih, kak? Jangan-jangan kakak telat bangun ya??!”
“Umm.. aku ketiduran.”
“Gyaa.. kakak! Kenapa onee-chan tidak bisa tepat waktu sih!!! Bagaimana dengan citra yang sudah aku bangun selama ini? Sekalipun aku pernah telat, aku tidak pernah absen!” keluh Bugyamu sambil mencak-mencak.
“Please, don’t be complain! Aku akan segera kesana sekarang!”
“Tapi kan..,” Haruno langsung menutup flip ponselnya. Lalu dia mengayuh sepeda ontelnya dengan kecepatan penuh.
~To bE cOnTiNuEd
0 komentar:
Posting Komentar