Bugyamu benar-benar membenciku! Sekarang aku
menjadi agak tertekan. Tidak pernah aku alami sesuatu yang seperti ini. Aku
kira Bugyamu dapat mengerti, namun ternyata ia juga marah padaku. Apa yang
harus aku lakukan sekarang? Baru beberapa hari, tetapi aku sudah merusak
pertemanan Bugyamu. Bagaimana aku harus menyelesaikannya? Aku harus segera
mencari jalan keluar sebelum dua minggu berlalu.
Aku berjalan menelusuri jalan. Belum sampai
rumah, aku menengok ke kanan. Aku melihat taman kota yang tidak terlalu ramai.
Aku jadi teringat saat Bugyamu yang berlari-lari kecil menuju ayunan. Waktu itu
kami baru saja pulang dari taman kanak-kanak. Bugyamu tidak mengijinkanku untuk
duduk disebelahnya. Bugyamu memintaku untuk mendorong ayunan. Aku masih ingat
bagaimana wajah riangnya saat itu. Wajahnya tampak bahagia.
Namun semenjak dia tidak naik kelas, wajahnya
selalu muram, sikapnya terlalu sensitif, dan jarang tertawa. Entah kenapa
sekarang aku terduduk di ayunan sambil menitikkan air mata. Diam-diam aku
merindukan Bugyamu. Aku sudah menghancurkan hidup Bugyamu. Aku merasa sangat
bersalah karena sudah memaksanya untuk bertukar peran. Dengan cepat kuhapus air
mataku.
“Bugyamu-chan, kenapa kamu menangis?” kudongakkan kepala. Ternyata Yamada Shou sedang berdiri di depanku. Dia segera duduk di ayunan sebelahku. Aku mencoba untuk tersenyum.
“Siapa yang nangis? Wajahku hanya berkeringat kok,” bohongku. Yamada Shou tertawa kecil.
“Kamu tidak bisa membohongi diri-sendiri. Aku melihatnya kok. Air matamu mengalir tetapi nggak mewek-mewek jelek.”
“Ya iyalah, aku kan anak cowok. Gimana sih, kak!” dalihku. Kami berdua tertawa bersamaan.
“Walaupun begitu nggak ada larangan tuh buat cowok yang ingin nangis. Kalau kamu ingin menangis, maka menangislah. Nggak usah malu dengan orang-orang disekitarmu selagi hal itu membuat perasaanmu lega.”
Aku hanya terdiam tidak menanggapi. Lalu aku
melihat Shou yang membawa kantong berisi barang.
“Kamu.. maksudku kak Shou baru saja belanja?”
“Iya, nih. Aku baru saja berbelanja untuk keperluan keluargaku,” katanya sambil menunjukkan isi kantong tersebut. Aku melihat isi di dalamnya.
“Mie instan? Banyak sekali,” tanyaku sedikit kaget. Shou tertawa lagi. Kali ini sambil menggaruk-garuk kepalanya dengan wajah agak malu.
“Yap! Aku tidak bisa memasak. Jadi aku sering membeli makanan yang siap saji melalui pesan antar dan sesekali membeli mie instan untuk adik-adikku.”
“Adik-adik?” ulangku. Shou menganggukkan kepala dengan mantap.
“Yak! Kelima adikku yang selalu merasa lapar. Apalagi di musim dingin. Mereka pasti akan memintaku untuk memesan mie ramen.”
“Apakah kedua orang tua kakak..,”
“Benar!” potongnya. “Aku dan kelima adikku sudah yatim piatu. Beberapa tahun yang lalu, kedua orang tuaku meninggal akibat kecelakaan mobil. Tidak dapat dipungkiri, aku, sebagai anak tertua harus bertanggung jawab untuk membesarkan adik-adikku.”
Aku mampu melihat kesedihan di wajahnya.
Ekspresinya ketika bercerita tampak sangat mendalam. Tanpa sadar aku mengusap
punggungnya beberapa kali, mencoba menenangkannya. Shou yang semula menunduk,
mulai mengangkat wajahnya. Entah sejak kapan aku memandang wajahnya. Kini
terasa jelas mata kami saling memandang tanpa jeda. Aku dapat melihat bola mata
Shou yang kecoklatan. Matanya sangat indah. Beberapa detik kemudian, kami
berdua tersadar. Wajahku langsung berpaling dan menyingkirkan tanganku. Begitu
pula dengan Shou. Suasana ini membuatku agak canggung. Aku melihat Shou yang
menutupi sebagian wajahnya dengan tangannya. Sepertinya dia juga menyadari
suasana ini.
“Apa..,” aku sedikit terkejut mendengar suara Shou. “Apa yang kamu tangisi?”
Aku menggigit bibir dengan bingung.
“Ayolah! Aku sudah menceritakan hal yang seharusnya tidak pernah aku ceritakan pada sebagian orang. Tidak tahu kenapa aku menceritakan hal ini padamu. Sepertinya aku benar-benar sudah menganggapmu sebagai seorang adik. Maka dari itu, kamu juga bisa menceritakan hal ini padaku. Siapa tahu aku dapat membantumu untuk menemukan solusi,” ucapnya sembari menepuk kepalaku beberapa kali.
Kini aku hanya terdiam. Aku merasakan banyak
orang yang menyayangi adikku. Tetapi aku malah menghancurkan hubungan yang
sudah dibina oleh adikku dengan baik. Memikirkan rasa bersalahku malah
membuatku kembali meneteskan air mata.
“Aku tidak sengaja menyakiti teman-teman saudaraku. Hal itu membuat mereka menjauhi saudaraku. Apa yang harus aku lakukan? Aku benar-benar merasa sangat bersalah.”
“Lalu kamu hanya harus meminta maaf dengan mereka kan?” aku menoleh padanya. “Kamu harus meminta maaf dengan tulus dan mengatakan sesuatu yang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh isi hatimu. Katakanlah! Berterus teranglah! Maka mereka akan mengerti.”
Isi hatiku? Apa yang harus aku lakukan hanyalah
meminta maaf dengan tulus dan menuruti apa yang dikatakan oleh isi hatiku
sendiri? Shou benar. Aku harus segera meminta maaf dengan mereka. Dan juga
dengan Bugyamu!
“Apa sekarang hatimu sudah menemukan jawabannya?”
“Terima kasih, kak. Mungkin aku akan mencobanya sesuai dengan isi hatiku.”
“Yosh!” Shou bangkit dari duduknya. “Kalau begitu aku harus kembali ke rumah. Adik-adikku pasti sudah menungguku.”
Aku tersenyum lagi.
“Aku jarang melihatmu tersenyum. Padahal kan kamu biasanya agak canggung saat mengobrol denganku. Tetapi sekarang aku melihat perbedaan dalam dirimu. Sejak dari awal aku begitu senang dapat mengobrol denganmu. Apalagi dengan Bugyamu yang sekarang. Aku merasa nyaman berbagi cerita denganmu. Bugyamu-chan, aku sangat senang telah berjumpa denganmu.”
![]() |
Yamada Shou |
Shou berjalan memunggungiku. Aku melihat Shou
yang sudah berjalan agak jauh. Tidak tahu kenapa aku merasa harus melakukan
sesuatu untuknya. Lagipula kalau hari ini aku pulang, aku akan kembali
memikirkan kesedihanku.
“Kak Shou!” aku berlari-lari kecil mengejarnya. Shou berbalik. Nafasku tersengal-sengal.
“Bugyamu-chan, ada apa?”
Aku menyunggingkan senyum.
“Kak Shou, bolehkah aku mengunjungi rumahmu? Aku ingin membuat sesuatu untuk kak Shou dan saudara kakak.”
Giliran Shou yang menyunggingkan senyum.
“Membuat sesuatu? Apa itu?” kami berdua saling melempar senyum.
“Apa lagi kalau bukan.. memasak!”
~To bE cOnTiNuEd
0 komentar:
Posting Komentar