![]() |
Bugyamu dan Haruno^^ |
Ketika malam tiba, aku melompat lewat pagar belakang asrama putri yang tidak
begitu tinggi. Bukannya aku ingin melarikan diri, akan tetapi ada sesuatu yang
menarikku untuk pergi melihat sejenak di luar sana. Aku mencintai asrama dan juga
teman-temanku, termasuk cemilan mereka yang enak-enak. Ada yang lebih aku cintai, yaitu pasar
malam mingguan yang tidak jauh dari asramaku.
Di sanalah biasanya aku bertemu dengan teman-teman lamaku,teman-teman smp swasta Kachinoka.
"Waa Haruno telat agh, kelamaan," dumel Amy yang langsung mengguncang-guncang jaketku.
Amy, Tokito, Noa, Kimoto, Jun dan teman-teman yang lain. Semuanya sudah datang. Aku
menjadi tidak sabar untuk bersenang-senang dengan mereka lagi. Betapa tidak, semenjak ortu
mempersempit kebebasanku dgn memasukkanku di asrama putri, aku menjadi kehilangan
kesenanganku karena tidak dapat bernafas bebas sepeti teman-teman smp aku lainnya. Walaupun
begitu, aku juga cukup nyaman dengan keberadaanku di asrama, aku jadi belajar banyak hal. Disana
juga menyenangkan, lebih menyenangkan lagi jika aku cepat lulus dari sana dan menghirup
udara kebebasan lagi. Hah?! Seperti tahanan saja!
"Eh, kenapa kamu masih memakai seragam sekolah, Runo-chan?" Deg! Gawat! Aku lupa! Bagaimana ini?!
"Dugh, gimana neh, aku lupa! Ntar ada orang yang mengenaliku dan melapor pada kepala sekolah!" mataku langsung berkunang-kunang bercampur bingung.
Jun menepuk pundakku dengan
keras.
"Adow, sakit taw! Apaan seh!"
"Apaan seh?! Kamu tuh yang terlalu berlebihan! Kamu kan pakai jaket, resletingnya tinggal dinaikkan aja, susah amyit seh!" cibir Jun yang sesekali menarik jaketku dari belakang.
Sejenak
kulihat jaket coklat yg terikat dipinggang. 'Gyaa, begonya aku!'
"Aaa...hahaa lupa! Arigatoo gozaimasu, Jun!"
"Makanya susah ngomong sama cewek, nggak bisa pakai logika," sahutnya cuek bergaya rada sadis.
"Apa?! Ckckck," sebelum kemarahanku timbul, Makoto menahan langkahku.
"Sudahlah, Jun memang begitu, kita disini kan mau bersenang-senang. Ayo! susul yang lain. Jun, ayo!" dengan langkah brsungut-sungut, ku ikuti langkah makoto sambil menutup resleting jaketku, sedangkan Jun berjalan di belakangku.
Kuhabiskan waktu dengan teman-teman sampai tidak terasa waktu sudah hampir dua jam, biasanya ada pengawas yang memeriksa setiap kamar putri.
"Duh, aku harus pulang neh, sampai jumpa!" kataku setengah tergesa-gesa.
Mereka langsung menatapku kecewa.
"Yaa.. baru saja kita mulai kesenangan ini, tapi kamu malah mau pergi lagi," aku hanya terkekeh mendengarnya.
Kulambaikan tanganku dan berlari menuju asrama kembali. Akan
tetapi, belum sempat aku jauh dari tempat itu, aku menabrak seorang wanita bertubuh gempal.
"Maaf bu, saya tidak sengaja!" tiba-tiba ibu itu mencegat tanganku.
"Haruno, sedang apa kamu disini?!" ku tengadahkan kepala melihat wajah ibu tersebut.
"Hah?! Ibu kepala?!?!" aku yakin jika malam ini adalah hal yang dilarang orang untuk berakal sehat!
* * *
Sudah kuduga, malam ini juga bu kepala segera memanggil kedua orang tuaku.
"Selamat malam nyonya Nishikawa," kata mama yang segera melirikku dengan wajah masam.
Papa juga
seperti itu. Aku hanya diam tertunduk di kursi dekat bu kepala.
"Selamat malam tuan dan nyonya Nishikawa, silakan duduk," papa dan mama langsung duduk disebelahku. "Tanpa basa-basi lagi, saya akan menjelaskan perbuatan Nishikawa yang selalu melanggar peraturan tiada habisnya," ungkap bu kepala dengan tenang.
Kenapa beliau bisa setenang itu ya?
"Maafkan saya selaku ayahnya Nishikawa, saya mohon jangan keluarkan dia dari sekolah ini, saya meminta dengan sangat, saya akan..,"
"Sangat disayangkan jika anak sepintar dia dapat melakukan lebih banyak pelanggaran daripada murid lainnya, saya tidak ingin memberi keistimewaan pada dirinya, Nishikawa sama seperti siswa lainnya."
"Maafkan anak saya, tolong berikan kesempatan lagi untuk memperbaiki kesalahannya, saya akan memarahinya agar dia mengerti dan tidak seperti itu lagi," mama mulai angkat bicara, semakin ku tekuk wajahku karena malu.
Kulirik bu kepala
sedang menghembuskan nafasnya.
"Memarahi anak sendiri bukanlah penyelesaian yang baik, saya akan memberinya skorsing," ucap bu kepala dengan lantang.
Sementara aku, papa dan mama merasa terkejut
mendengarnya.'Apa?!?!Diskorsing?!'
"Ini surat skorsing Nishikawa, semoga dia cepat menyadari kesalahannya. Selamat malam," lalu bu kepala segera keluar dari ruangannya.
Aku tidak dapat berbicara apapun,
kudengar mama hanya menangis dan menutup wajah dengan kedua telapak
tangannya.'Mama?'
"Ma, maafkan aku ma, aku tidak tahu jika kejadiannya seperti ini," kataku memelas.
Papa langsung menghampiri dan
mengguncang-guncang tubuhku.
"Jelas saja kamu tidak tahu, memang segalanya yang kamu lakukan hanya membuat onar! Sebenarnya kamu sudah merencanakan ini, bukan?! Apa tidak cukup membuat papa dan mamamu malu karena ini?! Sayang sekali, Uno, anak sepintar kamu masih belum mampu membenahi peraturan-peraturan yang ada di sekolah ini. Apa kamu ingin menjadi produk gagal seperti pamanmu?!?!"
Aku hanya diam dimaki-maki
oleh papa, biarlah Tuhan seperti ini, aku memang bersalah dan merutuki
diriku sendiri. Walaupun gelombang besar selalu menghujam diriku seperti
pesakitan, aku tidak akan menyerah untuk berkata 'TIDAK' pada papa yang
terobsesi menjadikanku boneka berprestasi di asrama ini! 'Papa ajah
yang sekolah disini,' rutukku dalam hati.
* * *
"Ano, Onee-chan kok ikut papa dan mama pulang? Kok bisa?"
Bugyamu terus-menerus
membuntutiku dari pintu depan sampai memasuki kamar. Aku hanya diam,
tidak menghiraukannya sedikitpun. Papa dan mama melihatku dengan tatapan
kosong. Bugyamu tidak menyerah, dia segera berteriak yang memekakkan
telingaku.
"Anak asrama kok bisa pulang?!?!" jeritnya tiba-tiba.
Ketika kucoba memukul lengannya, Bugyamu menangkisnya dengan sigap,
lantas aku menendang kaki kirinya secara beruntun. Bugyamu mengaduh
kesakitan.
"Sorry, Amu, kamu sih cari gara-gara. Dasar anak karateka!" ucapku masih dengan rasa bersalah karena menendang Bugyamu.
Habisnya aku masih kesal dengan kejadian tadi dan melemparkan dendam
kesumat itu pada Bugyamu. Rasanya tidak adil sekali. Mungkin aku harus
membantunya berdiri.
"Ciyyaaatttttt," belum sempat aku berbalik, Bugyamu menendang tengkuk kakiku.
Sekarang giliran diriku yang mengaduh kesakitan.
"Onee-chan, sekarang impas kan?!" tanpa rasa bersalah, Bugyamu berjalan melewatiku seraya bersiul-siul. 'Ugh, awas ajah ya!'
Aku
dan Bugyamu, kami lahir secara bersamaan dan wajah kita memiliki satu
kemiripan layaknya pinang dibelah dua. Yang aku sesalkan, kenapa dia
terlahir dengan berjenis laki-laki, padahal jika dia terlahir sebagai
perempuan, kami berdua sangat mirip dan bahkan mirip sekali
bukan?! Akan tetapi, dia laki-laki, ya... yang semakin bertambah umur
juga semakin melebihi dari tinggi badanku, kakaknya. Huh, jadi seperti
ini perasaan seorang kakak yang merasa pendek dengan adiknya?!hahaaa....
lucu juga!
"Onee-chan, aku berangkat dulu ya, sepulang sekolah nanti aku membeli es cream vanilli di pak Chukki, Onee-chan juga mau nitip?" ucapnya dengan nada tergesa-gesa.
Ya, maklumlah pagi ini dia akan menyiarkan
berita di radio sekolahnya. Jadi dia harus berangkat pagi-pagi sekali.
"Onee-chan, kok malah bengong? Cepetan," aku segera terkesiap."Ya, ya.. yang chocolate ya, thanks," kataku yang langsung memalingkan muka, malu.
Aku
menduduki bangku smp tingkat tiga, sementara bugyamu smp tingkat dua.
Kok bisa? Ya, setahun yang lalu dia tidak naik kelas, makanya papa lebih
memperhatikanku daripada dirinya karena aku selalu berprestasi dalam
setiap mata kuliah pelajaran dan patut dibanggakan atau diacungi jempol
gitu. Aku sadari jika papa sudah terlalu berlebihan, apalagi dengan
memasukkanku di asrama swasta yang terfavorit. Padahal papa tahu, jika
Bugyamu naksir berat tuh sama asrama. Aku mah ogah!
0 komentar:
Posting Komentar