Haruno-chan |
Kayako dan
Haruno memasuki kamar asrama dengan tubuh letih. Mereka baru saja selesai
mengambil nilai dalam permainan bola basket pada mata kuliah olah raga. Keduanya
langsung merebahkan diri di atas tempat tidur masing-masing. Belum sampai
melepas lelah, mereka dikejutkan dengan suara teriakan dari luar. Seseorang
membuka pintu kamar.
“Gawat! Aku benar-benar lupa!” Alba berdiri di ambang pintu dengan nafas ngos-ngosan. Sepertinya tadi dia berlari kencang. “Haruno, gawat!!!”
Haruno menoleh
dengan malas.
“Apanya yang gawat sih?”
Alba berusaha
untuk mengatur pernafasannya secara teratur. Lantas dia mulai berbicara dengan
fasih.
“Sebenarnya beberapa hari yang lalu, aku diminta untuk mengabarkanmu kalau ekstrakurikuler karate yang kamu usulkan kemarin itu telah disetujui!”
Haruno
tersentak. Dia segera bangkit dari tidurnya.
“Ka- ka- karate??! Aku?!” serunya sembari menunjuk diri-sendiri.
Alba menggeleng
dengan cepat.
“Ralat! Maksudku ekstrakurikuler karate yang kemarin diusulkan oleh Bugyamu.”
“Apa?! Duh! Bugyamu! Dia sudah gila ya?! Kenapa mengusulkan sesuatu yang aneh sih?!!”
Kayako juga ikut
bangkit dari tidurnya.
“Aku yakin kalau sebenarnya Bugyamu tidak bermaksud mempersulitmu. Dia hanya..,”
“Dia hanya tidak berpikir panjang. Kalau sudah begini aku yang susah kan,” keluh Haruno.
Alba meminum air
mineral yang baru ia tuang di dalam gelas.
“Lebih baik jangan menyalahkan Bugyamu dulu. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana caranya untuk membatalkan ekstrakurikuler itu,” Kayako menoleh ke arah Alba yang masih minum. “Alba, ekskul itu masih bisa dibatalkan, iya kan?”
Alba langsung
terbatuk-batuk begitu mendengar pertanyaan Kayako. Dia menatap Haruno dengan perasaan
bersalah.
“Kalau memutuskan hal itu beberapa hari yang lalu sih sepertinya masih bisa. Lebih baik lagi kalau belum ada keputusan dari Kepala Sekolah. Akan tetapi semuanya sudah terlanjur basah. Jadwal ekstrakurikuler karate sudah ditempel di papan mading. Tak kusangka, banyak para siswi yang mendaftar. Bahkan satu jam lagi kelas karate akan segera dimulai. Dan Kepala Sekolah memintamu untuk hadir sebagai ketua di ekskul itu.”
Haruno merasa
kacau seakan-akan kepalanya hampir saja pecah.
“Maafkan aku ya, Haruno. Karena saking sibuknya, aku sampai lupa menyampaikan hal ini padamu. Padahal hal ini merupakan yang terpenting daripada yang lainnya. Seharusnya aku bisa menyampaikan perihal ini lebih awal,” kata Alba lagi.
Kayako ikut angkat bicara dengan wajah sedih, “Aku juga minta maaf. Seharusnya aku menceritakan lebih awal padamu. Akulah orang pertama yang mengetahui kalau Bugyamu mengusulkan ekstrakurikuler itu. Haruno, gomene.”
Haruno memandang
kedua temannya secara bergantian. Dia tidak sampai hati memarahi Alba dan
Kayako. Bagaimanapun juga dia tahu kalau masalah yang sedang ia hadapi bukan
seratus persen kesalahan sahabat-sahabatnya. Dia merasa bahwa hal itu juga
bukan kesalahan Bugyamu. Haruno duluan yang meminta Bugyamu untuk menjadi
dirinya.
Haruno terduduk
lemas di lantai. Alba dan Kayako merangkul Haruno yang hampir saja berwajah
pucat pasi.
“Aku tidak punya skill karate. Bahkan tidak pernah tertarik sedikitpun di dunia itu.”
Alba menatap
Haruno dalam-dalam.
“Kamu memang tidak punya ketertarikan maupun bakat di bidang itu. Tapi Haruno yang ku kenal selama ini selalu menghadapi apapun permasalahan di depannya dan menganggap hal itu sebagai tantangan!”
“Aku tahu kalau hari-hari sebelumnya merupakan yang terberat untukmu. Akan tetapi Haruno bisa mengambil hikmah dari semua ini. Bangkit kembali dari keterpurukan dan bersikap optimis untuk menghadapi permasalahan ini. Aku yakin tidak lama setelah ini akan ada jalan keluar dimana Haruno akan berkata ‘aku berhasil!’ dan dari situlah Haruno sudah kembali seperti sedia kala,” Kayako turut menyemangati.
“Teman-teman, aku merasa bahagia karena memiliki kalian di saat aku sedang membutuhkan orang disisiku,” ucap Haruno kemudian. Matanya berkaca-kaca. Dia berdiri sambil menegakkan dadanya ke depan. “Sekarang aku yakin kalau karate tidak sesulit seperti yang aku pikirkan. Aku pasti akan mampu melewatinya. Aku yakin itu.”
“Haruno, fighting!”
“Aku janji kalau kami akan selalu berada disampingmu.”
Ketiga sahabat
itu saling berpelukan dengan erat.
***
“Guys, kalian yakin jika ingin melakukan ini denganku?”
Haruno
tengah berjalan menuju gedung olah raga bersama kedua sahabatnya. Dia masih
tidak percaya jika Alba dan Kayako juga berniat untuk mengikuti ekstrakurikuler
karate bersamanya.
Kayako melangkah dengan riang, “Tadi aku kan sudah bilang kalau kami akan selalu berada disampingmu.”
“Lalu bagaimana dengan Alba? Bukankah kamu sudah terlalu sibuk dengan kegiatan OSIS?”
“Aah, aku juga ingin belajar pertahanan diri seperti Bugyamu. Aku harap bisa hebat seperti dirinya kelak.”
Haruno
melihat kedua sahabatnya secara bergantian dengan mata berkaca-kaca.
“Kalian.. ukh, aku benar-benar cinta pada kalian berdua!” Haruno merangkul bahu keduanya sembari melangkah dengan riang.
Sesampainya
disana, ketiganya langsung terpana saat melihat begitu banyak para siswi yang
mengikuti ekstrakurikuler tersebut. Banyak dari mereka mengenakan seragam
karate. Haruno dan kedua sahabatnya melihat pakaian olah raga yang mereka
kenakan secara bersamaan. Rupanya hanya mereka saja yang belum siap.
“Halo, semuanya. Perkenalkan nama saya Yamada Shou,” Haruno yang mendengar suara tersebut langsung mengarah pada sosok lelaki yang berdiri di depan para siswi. Matanya terbelalak ketika melihat lelaki tersebut. “Saya disini akan menjadi pelatih karate kalian. Sebelum kita mulai, saya ingin bertemu dengan ketua ekskul disini.”
‘God! Ternyata Shou menjadi pelatih disini. Jadi dia benar-benar mengambil dua pekerjaan sampingan? Menjadi pelatih disini dan di sekolah Bugyamu?!’
“Haruno, kamu dipanggil tuh! Cepetan kesana,” Alba dan Kayako menarik tangan Haruno untuk bergegas menemui Shou. Mata Haruno masih terus memandang Shou dari jauh. “Ano, gomene.. kami terlambat kemari, pak pelatih.”
Shou
pun menoleh. Dia melihat wajah mereka satu-persatu. Saat giliran melihat wajah
Haruno, Shou langsung tersenyum.
“Nishikawa Haruno kan? Aku masih mengingatnya. Aku tahu kalau kamu adalah ketuanya.”
Haruno
masih bengong. Alba dan Kayako menyenggolnya berkali-kali. Namun Haruno belum
sadar sama sekali.
“Oh ya, jangan panggil saya pak pelatih. Panggil saja saya kak Shou.”
Alba
dan Kayako mengangguk sembari tersenyum. Begitu pula para siswi yang juga
tersenyum sembari menunjukkan pandangan memuja. Shou tampak begitu keren di
mata mereka.
“Kenapa kalian tidak memakai seragam karate?”
“Oh, itu karena kami baru mengetahui jadwal karate hari ini. Jadi kami tidak sempat mempersiapkan seragamnya. Tetapi kami janji kalau minggu depan kami akan menggunakan seragam karate.”
“Baiklah. Kalau begitu kita mulai saja latihannya sekarang.”
Alba
dan Kayako kembali menoleh ke arah Haruno yang masih bengong. Lantas mereka
menyeretnya untuk masuk ke dalam barisan.
“Baik. Sebelum itu, apa ada pertanyaan?”
Seluruh
siswi banyak yang mengangkat tangan dan saling berebut untuk bertanya. Suasana
begitu ramai bergema di seluruh penjuru ruangan. Shou terkekeh sembari meminta
mereka untuk tenang. Para siswi langsung kembali diam.
“Kalian boleh bertanya satu-per..,”
“Shou, bagaimana dengan adik-adikmu? Apakah mereka harus sendirian di rumah seharian?” tiba-tiba saja Haruno bertanya sembari mengangkat tangannya. Para siswi menatapnya dengan heran. Begitu pula dengan Shou.
“Haruno, kamu tanya apa sih?” tanya Alba tidak mengerti. Sepersekian detik kemudian, Haruno menyadari akan kesalahannya. Dia mendadak khilaf.
‘GAWAT! Seharusnya yang mengetahui soal adik-adik Shou kan Bugyamu, bukannya aku! Duh!’
Haruno tidak lagi mengangkat kepalanya. Dia tidak berani menatap Shou secara
langsung. Shou yang masih keheranan berjalan mendekatinya.
“Sepertinya Bugyamu ya?”
“Hah?” Haruno mengangkat kepalanya. Shou sudah berada tepat dihadapannya. Shou menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.
‘Apa yang harus kulakukan sekarang??! Jangan-jangan Shou sudah curiga padaku?! Duh, Tuhan! Jangan sampai Shou tahu kebenarannya!’
to be continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar